Portal berita dan forum komunitas www.kaskus.us berada di peringkat keenam situs yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Siapa orang di balik Kaskus?
Hingga kemarin, anggota Kaskus lebih dari 1,82 juta orang. Total post-nya lebih dari 188 juta. Dalam sehari, halamannya rata-rata dikunjungi 15 ribu kali oleh lebih dari 600 ribu orang.
Pada jam-jam tertentu, lebih dari 37 ribu anggotanya online bersamaan.
"Karena lima situs teratas adalah situs asing, Kaskus adalah situs nomor satu di Indonesia," ujar Andrew ketika ditemui di kantornya di kawasan Melawai, Jakarta Selatan.
Kaskus dilahirkan Andrew ketika pria yang akrab dipanggil Mimim oleh anggota Kaskus ini kuliah di jurusan Multimedia & Web Design, Art Institute of Seattle. Andrew membuat situs itu sebagai tugas kuliahnya pada 6 November 1999.
Teman-teman sekelasnya umumnya membuat situs pribadi untuk memamerkan kegiatan outdoor atau hobi masing-masing. "Mereka yang suka naik gunung, olahraga, atau hobi lain memajang foto-foto kegiatan mereka di situs pribadi," kenang anak kedua dari empat bersaudara pasangan Antonius Darwis dan Nancy Amidjoyo ini.
Pria 30 tahun ini tidak bisa membuat situs serupa karena mengaku tidak piawai di lapangan olahraga atau memiliki hobi outing. Karena itu, muncul ide membuat portal berita yang dilengkapi forum komunikasi sebagai tugas kuliah.
Andrew lantas memutuskan membesarkan Kaskus menjadi portal berita dan forum komunitas mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat, khususnya di Seattle. Namun, dia kesulitan mencari berita dari Indonesia. "Mencari berita Indonesia di Amerika ketika itu susahnya minta ampun. Indonesia bisa masuk berita di sana juga kalau pas ada gempa atau kerusuhan saja," tuturnya.
Karena kesulitan itu, Kaskus akhirnya fokus ke forum komunitas. "Cocok dengan nama Kaskus yang berarti kasak-kusuk atau ngegosip. Lumayan, member awalnya hanya 10 orang teman sendiri," tuturnya.
Dalam waktu singkat, anggota Kaskus bertambah. Member-nya mengenal status Kaskus ketika itu sebagai situs porno. Ketika itu, forum BB17 (buka-bukaan 17) yang mempertukarkan gambar-gambar panas memang menjadi salah satu daya tarik utama menjadi member Kaskus. Forum itu akhirnya ditutup pada 2008 ketika diberlakukan UU Informasi dan Transaksi Elektronika. "Padahal BB17 itu hanya bagian kecil dari Kaskus. Daripada nila setitik rusak susu sebelanga, ya sudah, kita tutup saja forum itu," paparnya.
Awalnya, Andrew sempat khawatir penutupan program BB17 mengurangi jumlah anggotanya yang ketika itu sudah lebih dari 300 ribu orang. "Ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti. Member malah naik 300 persen karena setelah tidak ada BB17, perempuan bersedia jadi member. Dulu waktu masih ada BB17, member perempuan sedikit sekali," tutur Master of Computer Science di Seattle University ini.
Kini fitur favorit di Kaskus adalah forum jual beli. Dalam forum itu member dapat menjual dan membeli aneka jenis barang tanpa batas, termasuk jual-beli organ tubuh seperti ginjal. Rata-rata seribu transaksi setiap hari. "Saya sendiri pernah pesan ikan asin dari member di Kalimantan seharga Rp 30 ribu," ujarnya lantas tertawa.
Untuk menambah member di Indonesia, Andrew merekrut sepupunya Ken Dean Lawadinata dan sahabatnya, Danny, menjadi moderator forum di Indonesia. Ken kini chief executive officer (CEO) Kaskus, sedangkan Danny kini chief marketing officer (CMO) Kaskus.
Modal awal Kaskus ketika didirikan hanyalah biaya sewa server USD 7 per bulan. Belakangan, setelah kebutuhan server dan operasional semakin besar, Andrew dan sejumlah temannya patungan menyuntikkan modal Rp 800 juta. "Kita patungan lagi biaya launching besar-besaran. Habis Rp 300 juta," imbuhnya.
Untuk memodali Kaskus, Andrew membongkar tabungannya ketika bekerja sebagai karyawan perpustakaan dan di sebuah laboratorium komputer di Amerika. "Kerjanya nggak teknis komputer. Malah lebih ke beres-beres komputer, isi tinta, kertas printer. Ya, begitu-begitu saja," ungkap pria yang matanya minus 1,5 ini.
Begitu kuliah selesai, Andrew mendapat pekerjaan di kota yang sama di perusahaan web design Thor Loki selama tiga tahun dengan gaji per bulan USD 1.500. "Gajinya sebetulnya kecil. Karena standar gaji web design di sana itu minimal USD 3.000. Tapi, berhubung cari kerja susah, ya saya ambil," terangnya.
Sambil bekerja, Andrew melanjutkan kuliah S-2 di Seattle University untuk jurusan Computer Science. Setelah lulus, Andrew pindah kerja dengan membangun portal musik, lyrics.com. Bosnya ketika itu warga keturunan Vietnam yang sudah menjadi warga negara Amerika Serikat.
Pria 30 tahun ini memutuskan pulang ke Indonesia pada 2008 untuk membesarkan Kaskus. "Sebenarnya saat itu kalau mau tinggal di Amerika sudah enak. Sudah punya pekerjaan. Walaupun gaji tidak besar, cukup untuk kredit rumah dan mobil," paparnya.
Setahun pertama di Indonesia, Andrew harus menerima kenyataan tidak menerima gaji setahun, meski dia berhak menerima gaji Rp 4 juta per bulan. Ini disebabkan Kaskus baru bisa mendapat pemasukan dari iklan pada awal 2009 atau setahun setelah resmi di-launching.
"Dulu sulit sekali mengajak klien beriklan di internet. Saya sampai selalu ikut orang marketing ke setiap klien yang kita temui," tuturnya.
Kini, Kaskus telah memiliki 35 karyawan. Andrew enggan membuka rahasia penghasilan iklan Kaskus. Namun, pada akhir 2008, rata-rata pendapatan iklan Kaskus sudah Rp 2-3 miliar per bulan.
"Dulu kendaraan operasional perusahaan itu angkutan umum. Sekarang sudah punya satu mobil, meski kantornya masih sewa," tutur Andrew lantas tertawa.
Dengan potensi besarnya, Kaskus telah lama menjadi lirikan investor asing. Raksasa Google dan Yahoo! dikabarkan telah menawar Kaskus senilai USD 50 juta (sekitar Rp 475 miliar). Tawaran itu ditampik mentah-mentah oleh Andrew. "Sebenarnya kalau ada yang berani membeli USD 60 juta saja, saya lepas," canda pria kelahiran 20 Juli 1979 ini.
Andrew tidak memungkiri tawaran yang datang nilainya sangat besar. Meski demikian, dia harus melihat visi dan misi perusahaan yang membelinya. "Kalau ternyata visi misinya beda, lebih baik tidak dijual," katanya.
Bagi Andrew, melepaskan Kaskus boleh jadi seperti melepaskan sebagian hidupnya. Selama 10 tahun tinggal di Amerika Serikat, pria yang terbilang tampan ini hanya bergaul dengan komputer dan internet, tanpa sempat pacaran. "Lagi pula Seattle itu lebih sering hujan, jadi untung bagi orang yang lebih suka di dalam ruangan seperti saya," katanya sambil terkekeh.
0 komentar:
Posting Komentar